River

Jumat, 24 Desember 2010

Debit Sei Padang Naik, Ribuan Rumah Di T.Tinggi-Sergai Terendam


TEBINGTINGGI (Waspada): Ribuan rumah serta fasilitas publik di Kota Tebingtinggi dan Kab. Serdang Bedagai terendam akibat naiknya debit Sei Padang. Bahkan, akibat banjir kiriman itu ribuan siswa di kota Tebingtinggi terpaksa libur, karena sekolah mereka tergenang air keruh kekuning-kuningan.

Dari sejumlah keterangan, Selasa (30/11), diperkirakan, pemukiman yang terendam air, yakni Kel. Bulian, Bandar Sakti, Kel Bandar Utama, Badak Bejuang, Tanjung Marulak dan Tanjung Marulak Hilir.Kondisi terparah, terlihat di Link.01 dan 03, Kel. Bandar Utama, di mana sekira 240 pemukiman tergenang air dengan ketinggian antara 1 hingga 1,5 meter. Hal sama terlihat di Link.03, Kel. Bandar Sakti.

Sekdako Tebingtinggi H. Hasbi Budiman bersama Wakapolres Kompol Safwan Khayat serta jajaran melakukan peninjauan ke sejumlah titik genangan air.

Beberapa fasilitas publik yang tergenang air, diantaranya SMAN 4 dan SMPN 6, Polsek Padang Hulu dan Puskesmas Pabatu di Jalinsum Kel. Pabatu. Perguruan Diponegoro di Jln. KF Tandean, SMKN 1 di Jln Letda Sujono serta MTsN di Jln. AMD. Kasek SMPN 6 Salamah Nasution, SPd, mengatakan sejak pagi banjir telah menggenangi sekolah mereka, sehingga proses belajar mengajar tak dilaksanakan. Dia, menyebutkan banjir kali ini tak ada kerugian peralatan, karena peralatan sebelumnya tak ada gantinya sejak kerusakan akibat banjir tahun sebelumnya.

Kepling 3, Kel. Bandar Utama Junaidi, mengatakan debit Sei Padang mulai naik sekira pukul 07.00 Kemarin. Dia, mengaku lingkungannya merupakan daerah terparah setiap kali kebanjiran, karena lingkungan itu berada pada cekungan di sempadan sungai. Memberikan keterangan pada Sekdako yang meninjau lingkungan itu, warga menyatakan akibat pembuatan turap, kondisi genangan air jadi lamban mengalir. Sementara parit penampungan tidak ada.

Sementara, Jalinsum di Km 8 Tebingtinggi-Siantar terendam air dengan kedalaman sekira 60 Cm. Akibatnya, kenderaan yang melintas berjalan lamban dan terpaksa beriringan secara hati-hati. Beberapa polisi Satlantas dari polres Tebingtinggi turun mengatur arus lalu lintas. Demikian pula dengan Jln AMD yang kondisinya putus total.

Di Sergai

Untuk Kab. Sergai, diperkirakan sejumlah perkampungan di Kec. Sipispis, Kec. Tebingtinggi dan Tebing Syahbandar mengalami hal sama. Beberapa desa yang diperkirakan tergenang banjir, yakni Desa Bah Damar, Bah Sumbu, Naga Kesiangan, Kp. Derek, Desa Lihua di Kec. Tebingtinggi. Sedangkan lebih ke hilir diantaranya Desa Kota Baru, Binjai, Penggalangan, Sei Berong, Sei Serimah dan beberapa desa di pinggiran sungai lainnya hingga Kec. Bandar Khalifah.

Pihak Perkebunan Pabatu PTPN IV, memberikan bantuan makanan kepada korban banjir. Manager Unit Kebun Pabatu Ir. M. Deddy Pratopo, MM melalu KDTU. Erwin Salim Siregar, mengatakan pihaknya memberikan bantuan 2500 nasi bungkus kepada 220 KK di Dusun III, IV, V dan VI Desa Bah Damar. Selain itu, juga memberikan bantuan mie instan sebanyak 80 kotak kepada warga Kampung Beteng Desa Bah Sumbu, yang juga terkena banjir. “Kami memberikan bantuan nasi bungkus setiap hari hingga banjir surut,” ujar KDTU. Bantuan itu, merupakan upaya meringankan beban masyarakat yang terkena musibah, tambah dia.@

Dampak Banjir, 5.000 Siswa di T.Tinggi Masih Diliburkan

TEBINGTINGGI (Waspada): Lebih dari 5.000 siswa dari berbagai sekolah di pinggiran Sei Padang, Kota Tebingtinggi, Rabu (1/12), masih diliburkan, meski banjir telah surut. Beberapa sekolah, meski mewajibkan siswanya datang, tidak melakukan aktifitas belajar mengajar, tapi nenggantinya dengan kegiatan membersihkan ruang kelas dan areal sekolah dari lumpur dan sisa air yang menggenang.

Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tebingtinggi Drs. Sariono, mengatakan dari data yang masuk, jumlah siswa yang diliburkan atau tidak belajar, mencapai 4.873 orang yang berada dibawah Disdik. Belum termasuk siswa sejumlah sekolah dibawah Kantor Kementerian Agama.

Dari pantauan, sejumlah sekolah yang meliburkan siswanya, yakni Perguruan Diponegoro di Jln. KF Tandean, SMKN 1, Perguruan Babul Irsyad, SDN 164319, SDN 164521 di JLN Letda Sujono, MTsN di Jln. AMD, Perguruan Al Azhar/SD Itthadiyah di Jln. Abdul Haris Nasution serta SDN 165725 dan SDN 1657 26 di Jln. Sudirman. Kemudian SMAN 4 dan SMPN 6 di Jalinsum Kel. Pabatu. Beberapa instansi publik, diperkirakan kegiatannya juga terganggu, diantaranya Puskesmas Pabatu, Kantor Kel. Bulian dan RSU Sri Pamela.

Kasek SMA Perguruan Diponegoro Beny Harianja, SPd, saat dikonfirmasi mengatakan belum tahu kapan kegiatan belajar mengajar dimulai kembali. Mengingat sekolah swasta yang mengelola sejumlah unit itu, merupakan terparah terkena genangan air. “Belum tahu lagi, kapan dimulai, tunggu surut lah,” ujar dia. Sekolah dengan siswa berkisar 1.000 orang itu, selama ini paling rentan banjir, karena berada di areal cekungan bantaran Sei Padang.

Sedangkan Kasek SMKN 1 Drs. Guntur Pulungan, mengatakan diperkirakan besok (hari ini) kegiatan belajar mengajar di sekolah bisa dimulai. “Hari ini siswa datang, tapi harus membersihkan ruang sekolah,” ujar dia.

Selain itu, sejumlah pemukiman masyarakat, masih terendam genangan air terutama pada daerah-daerah cekungan pinggiran sungai. Misalnya di Kel. Bandar Utama dan Bandar Sakti. Demikian pula di sebagian lingkungan di Kel. Bulian, Brohol dan Karya Jaya, Kec. Bajenis. Beberapa jalan utama, yakni Jln. Sudirman, Ir.H.Djuanda dan Abdul Haris Nasution, hingga siang masih tergenang. Pasar inpres di Kel. Badak Bejuang juga masih tergenang, sehingga pedagang sayur mayur harus mengisi badan jalan Senangin dan mengakibatkan kemacetan di pagi hari.

Penanganan Banjir

Terkait banjir tahunan Sei Padang, pakar ilmu tanah Fak. Pertanian USU Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, menyatakan selain curah hujan yang tinggi, kawasan tengah dan hulu DAS Padang, kemampuan tanahnya dalam menyerap air (infiltrasi) sangat rendah. Sehingga, sebagian besar air yang jatuh di musim hujan melimpas di permukaan tanah (run off). “Hal itu karena, sebagian besar lahan terdiri dari perkebunan dan tanah gundul yang daya serapnya telah rusak,” ujar Ketua Forum DAS Wampu serta pengurus Forum DAS Sumut itu.

Guru besar Fak. Pertanian USU itu, mengusulkan agar semua kalangan melakukan langkah-langkah penyerapan air oleh tanah yang lebih besar dengan pembuata rorak (parit galian perkebunan), biopori (sumur resapan), embung, mulsa vertikal dan beberapa teknik penyerapan air lainnya. “Ini harus dilakukan guna meningkatkan daya serap tanah terhadap air hujan,” jelas Rauf.

Senada dengan itu, Kepala Kantor Lingkungan Hidup Kota Tebingtinggi Ir. Leo Lopulisa H, MSi, mengingatkan agar instansi pemerintah yang ada di pinggiran sungai Padang, melakukan langkah meminimalisir dampak banjir. Pihak sekolah misalnya, sudah harus memikirkan pembuatan sumur resapan (biopori) di komplek sekolah. Alasannya, dengan adanya biopori, di kala musim hujan luapan air tidak sampai merusak bangunan sekolah. Sedangkan daya manfaat air yang terserap ke tanah semakin tinggi, kata Lopulisa. Walau diakui, biopori kecil manfaatnya ketika banjir besar datang.

Banjir Sei Padang Terbesar Sesudah 2001

TEBINGTINGGI (Waspada): Banjir kiriman yang melanda Kota Tebingtinggi dan Kab. Serdang Bedagai dua hari belakangan, diakui penduduk merupakan banjir terbesar sesudah 2001. Diperkirakan, sekira 2.000 warga berdiam di sekitar bantaran sungai mengungsi mencari lokasi lebih tinggi, saat banjir melanda. Namun, banyak warga menyesalkan, Pemko Tebingtinggi tidak maksimal memberikan bantuan dan pertolongan saat banjir berlangsung.

Multiyah, 30, warga Link.03 Kel. Brohol, Kec. Bajenis, Kamis (2/12), menyebutkan saat banjir melanda kedalaman air di rumahnya mencapai betis kaki. Padahal, jarak rumahnya dengan pinggiran sungai sekira 300 meter. “Itu masih lumayan, di rumah kakak saya dibelakang, lebih dalam mencapai sepinggang,” ujar dia. Ibu rumah tangga itu, mengaku selama banjir dua hari, tak sedikit pun menerima bantuan. “Biasanya ada, tapi entah kenapa kali ini tak ada,” keluh dia.

Disinggung, adanya pembangunan bronjong/turap dari bangunan di bantaran dan di tikungan Sei Padang sebagai penyebab limpasan air ke lingkungan mereka, ibu rumah tangga itu mengatakan tak tahu. Tapi, diakui banjir kali ini terbesar sejak 2001. Pada peristiwa banjir 2001, sekira 2/3 wilayah Kota Tebingtinggi tergenang air.

Hal sama diakui Ali Pohan, 35, warga Link.02, Kel. Brohol. Menurut dia, diperkirakan limpasan air banjir langsung masuk ke lingkungan mereka, karena tak sepenuhnya dibangun bronjong. “Ada dibangun, tapi pendek,” ujar Ali. Pada banjir dua hari lalu, Sei Padang dan Sei Sibarau meluap. Ali Pohan juga mengaku, banjir kali ini terbesar sesudah 2001. Dia, menduga bisa jadi kenaikan debit air hingga melimpas ke pemukiman mereka, karena adanya pembangunan beronjong tepian Sei Padang di Jln. Musyawarah. Pembangunan beronjong dan bangunan di bantaran sungai itu, melanggar Perda dan UU yang ada.

Pemilik bangunan di bantaran Sei Padang Saiman Siahaan alias Aan, mengaku pembangunan bronjong dan bangunan miliknya, mendapat dukungan masyarakat sekitar. Dia, menyebutkan telah menghabiskan dana sekira Rp200 juta untuk pembuatan bronjong. Dari pembuatan bronjong, kata pengusaha sawit itu, masyarakat di lingkungan Jln. Musyawarah, tidak lagi terkena banjir. Pun demikian, diakui, lebih ke hulu banjir yang datang lebih tinggi. “Itu tugas pemerintah lah membuat bronjong, saya sudah lakukan,” tegas Saiman.

Bangunan di Jln Musyawarah, persis berada di bibir Sei Padang. Pemko Tebingtinggi hingga kini belum mengeluarkan izin IMB bangunan itu. Sedangkan Kantor Satpol PP telah memberikan surat perintah bongkar atas bangunan itu. Namun, hingga kini belum ada tnada-tanda pemilik bangunan membongkarnya.

Sedangkan akibat banjir Sei Padang, beberapa ruas jalan menjadi rusak.Misalnya di Jln. Abdul Haris Nasution, sekira puluhan meter, badan jalan terkelupas hingga menyusahkan pengguna jalan.@

Tidak ada komentar:

Posting Komentar